Musyarakah



BAB 1
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Banyaknya umat muslim yang belum mengetahui bagaimana seharusnya menjalankan syirkah atau perkongsian dalam memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini yang sesuai dengan tuntunan syari’at. Hal ini menyebabkan kami untuk membuat sebuah makalah yang berjudul tentang “syirkah” guna untuk memberikan sebuah pemahaman kepada para pembaca makalah ini. Pada zaman sekarang ini banyak orang-orang muslim yang menjalankan sistem syirkah atau perkongsian dengan mengikuti tata cara orang eropa atu barat yang belum tentu sesuai dengan apa yang diajarkan oleh syari’at.

B.  Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dari Musyarakah ?
2. Bagaimana Dasar hukum tentang Musyarakah ?
3. Apa saja rukun dan syarat dari Musyarakah ?
4. Bagaimanakah macam-macam dari Musyarakah ?
5. Hal-hal apa sajakah yang menyebabkan berakhirnyaMusyarakah ?















BAB 2
PEMBAHASAN

1.      Produk Penyaluran Dana
A.     Pengertian Musyarakah (Syirkah)[1]
Secara Etimologi, Syirkah atau perkongsian berarti
“Percampuran, yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta lainnya, tanpa dapat dibedakan antara keduannya”.
Menurut Terminologi, ulma fiqh berpendapat dalam mendefinisikannya, antara lain :
1.      Menurut Malikiyah:
Perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya, yakni keduannya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing memiliki hak mendayagunakan.
2.      Menurut Syafi’iyah:
Ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui).
3.      Menurut Hanafiyah:
Ungkapan tentang adanya transaksi (akad) antara dua orang yang bersekutu pada pokok harta dan keuntungan[2].

B.     Dasar Hukum
1.      Al-Qur’an
فهم شر كا ء فى ا لثلث
Artinya :
“Mereka bersekutu dalam yang sepertiga” (Q.S. An-Nisa :12)
2.      As-Sunah
يد ا لله على ا لشر يكين ما لم يتخا و نا
Artinya :
“kekuasaan Allah senantiasa berada pada dua orang yang bersekutu selama keduanya tidak berkhianat” (HR. Bukhori dan Muslim).

C.     Rukun dan Syarat Musyarakah (syirkah)[3]
Rukun syirkah adalah sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu berlangsung. Ada perbedaan terkait dengan rukun syirkah. Menurut ulama Hanafiyah rukun syirkah hanya ada dua yaitu ijab (ungkapan melakukan penawaran perserikatan) dan kabul (ungkapan penerimaan perserikatan), istilah ijab dan kabul sering disebut dengan serah terima. Jika ada yang menambahkan selain ijab dan kabul dalam rukun syirkah seperti adanya kedua orang yang berakad dan objek akad menurut Hanafiyah itu bukan termasuk rukun tetapi termasuk syarat.
Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah menurut Hanafiyah dibagi menjadi empat bagian, sebagai berikut.
1.      Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah, baik dengan harta maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu; a) berkenaan dengan benda, maka benda yang diakadkan harus dapat diterima sebagai perwakilan, dan b) berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak.
2.      Semua yang bertalian dengan syirkah mâl. Dalam hal ini terdapat dua perkara yang harus dipenuhi, yaitu; a) bahwa modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud), seperti junaih, riyal dan rupiah, dan b) benda yang dijadikan modal ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama maupun berbeda.
3.      Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadhah, bahwa disyaratkan; a) modal (harta pokok) harus sama, b) orang yang bersyirkah adalah ahli untuk kafalah, dan c) orang yang dijadikan objek akad, disyaratkan melakukan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdagangan.
4.      Adapun syarat yang bertalian dengan syirkah ‘inan sama dengan syarat syirkah mufâwadhah.
Menurut Malikiyah, syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan akad ialah merdeka, baligh, dan pintar (rusyd). Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkah ‘inan, sedangkan syirkah yang lainnya batal. Akad syirkah ada kalanya hukumnya shahih  atau pun fasidSyirkah fasid adalah akad syirkah di mana salah satu syarat yang telah disebutkan tidak dipenuhi, jika semau syarat sudah terpenuhi makasyirkah dinyatakan shahih.

D.     Macam-macam Syirkah[4]
1.      Syirkah Amlak (kepemilikan)
Yaitu dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa adanya akad. Syirkah Amlak dibagi atas dua macam, yaitu :
a.       Syirkah Ikhtiar (sukarela)
Yaitu kerjasama yang muncul karena adanya kontrak dari dua orang yang bersekutu.
b.      Syirkah Ijbar (paksaan)
Yaitu kerjasama yang ditetapkan kepada dua orang atau lebih yang bukan didasarkan atas perbuatan keduanya, seperti dua orang mewariskan sesuatu maka yang diberi waris menjadi sekutu mereka.
2.      Syirkah udud (kontrak).
Syirkah ini merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk bersekutu dalam harta dan keuntungannya. Syirkah Udud dibagi menjadi empat macam, yaitu :
a.       Syirkah ‘Inan[5]
Syirkah ‘Inan secara sederhana diartikan dengan kerjasama dalam modal dan usaha. Secara lengkap mengandung arti kerjasama beberapa orang pemilik modal dengan cara masing-masing menyertakan modalnya dan bersama dalam usaha, baik dalam perdagangan maupun industri, dengan keuntungan yang diperoleh dibgi sesuai dengan kesepakatan bersama.
b.      Syirkah Mufawadhah
Syirkah Mufawadhah adalah kerjasama dalam modal dan usaha. Dari segi ini Syirkah Mufawadhah ini menyerupai Syirkah ‘Inan, namun dalam bentuk kerjasama ini disyaratkan sama dalam modal dan sama pula dalam berusaha. Hukum Syirkah Mufawadhah ini tidak disepakati oleh ulama. Sebagian ulama membolehkannya dengan menyamakannya dengan Syirkah ‘Inan. Ulama yang tidak membolehkannya melihat dari segi tidak bersamanya dalam usaha dapat menimbulkan penipuan yang menghilangkan rasa suka.
c.       Syirkah abdan
Yaitu kerjasama dalam usaha. secara lebih lengkap diartikan kesepakatannya dua orang atau lebih menerima dan melaksanakan sesuatu pekerjaan, yang hasil dari pekerjaan itu dibagi bersama diantara anggota serikat, sesuai dengan kesepakatan bersama.
Kebanyakan ulama menyatakan bolehnya kerjasama dalam bentuk ini, karna cara ini sudah lazim berlaku dalam kehidupan masyarakat.kerjasama ini dilakukan dalam suatu kesepakatan yang telah didasari oleh prinsip suka sama suka.
d.      Syirkah Wujuh
Kata wujuh disini mengandung arti wibawa dan kepercayaan. Bentuknya adalah dua orang atau lebih dari orang-orang yang disegani oleh masyarakat dan dapat kepercayaan dari pedagang, tetapi tidak memiliki modal usaha, sama-sama memperoleh barang barang dagangan dari pemilik barang untuk diperdagangkan. Orang-orang yang sama mendapat kepercayaan ini bekerjasama dalam berdagang dan berbagi dalam keuntungan.
Karena usaha Syirkah Wujuh ini berkenan dengan mengunakan modal orang lain dalam bidang perdagangan, dalam bentuk ini menyerupai Mudharabah.
  
E.      Mengakhiri Syirkah[6]
1.      Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnya.
2.      Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian mengelola harta), baik karena gila maupun karna alasan lainnya.
3.      Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila yang melakukan syirkah lebih dari dua orang, yang batal hanyalah yang meninggal saja.
4.      Salah satu pihak ditaruh dibawah pengampuan, baik karena boros yang terjadi pada waktu perjanjian syirkah berjalan maupun sebab yang lainnya.
5.      Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi saham syirkah.
6.      Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah.



























BAB 3
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Musyarakah (Syirkah) adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam bidang usaha atau modal yang masing-masing dari harta yang melakukan syirkah tersebut berbaur menjadi satu tanpa ada perbedaan satu dengan yang lainnya yang keuntungan dan kerugiannya di tanggung bersama sesuai kesepakatan yang telah di laksanakan. Mengenai landasan hukum tentang syirkah ini terdapat dalam al-qur’an, sunnah dan ijma.
Adapun rukun syirkah ada dua yaitu, ucapan (sighah) penawaran dan penerimaan (ijab dan qabul) dan pihak yang berkontrak. Dan mengenai syaratnya ada tiga yaitu, pertama, ucapan: berakad dianggap sah jika diucapkan secara verbal atau ditulis. Kontrak musyarakah dicatat dan disaksikan. Kedua, pihak yang berkontrak: disyaratkan mitra harus kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. Ketiga, objek kontrak (dana dan kerja): modal yang diberikan harus tunai, emas, perak atau yang bernilai sama. Para ulama menyepakati hal ini.
Kemudian macam-macam Musyarkah yaitu Syirkah Amlak (kepemilikan) : Syirkah Ikhtiar (sukarela), Syirkah Ijbar (paksaan) dan Syirkah udud (kontrak) : Syirkah ‘Inan, Syirkah Mufawadhah, Syirkah abdan, Syirkah Wujuh.










DAFTAR PUSTAKA

Syarifudin, Amir (2003). Garis-garis Besar Fiqh.Jakarta: Kencana
Suhendi, Hendi.( 2014). Fiqh Muamalah. Jakarta : Rajawali Pers
Syafei Rachmat.( 2001). Fiqh Muamalah.Bandung: Pustaka Setia




[1] Rachmad Syafei, Fiqih muamalah,(Bandung:Pustaka Setia,2001), hlm 183.

[3] Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2014), hlm 127.
[4] Rachmad Syafei, Fiqih muamalah,(Bandung:Pustaka Setia,2001), hlm 186
[5] Amir Syafirudin, Garis-garis besar Fiqih,(Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm 247.
[6] Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2014), hlm 133

Komentar